Selama tinggal di Batam banyak sekali hal yang membuat terheran-heran. Karena banyak kebiasaan yang berbeda. Artikel sebelumnya, saya cerita senang dan susah tinggal di Batam. Kali ini, saya mau lebih sedikit (coret) banyak cerita pengalaman selama 2 tahun ini.
Maklum, saya dari kecil tinggal di Bekasi, kuliah sampai menikah di Jakarta. Tiba-tiba tinggal merantau di kepulauan Riau, dimana budaya dan adat yang sangat berbeda. Baiklah, saya akan mencoba membahasnya sekarang ya, simak sampai selesai.
Biaya Hidup Sama Seperti Ibu Kota
Saya pikir hidup bukan di ibu kota negara akan memiliki biaya hidup lebih murah. Ternyata anggapan itu salah. Tinggal di Batam sama mahalnya seperti tinggal di Jakarta. Apalagi kalo memutuskan tidak masak dan harus membeli setiap makan. Siap-siap anggaran bengkak kalau tidak pintar mengatur keuangan.
Semuanya di Timbang
Masakan favorit di rumah adalah sayur sop. Semua orang suka, mulai orang dewasa hingga anak-anak. Di pasar Jakarta kalau ingin belanja sayur sop itu gampang, karena udah ada yang menjual sepaket sayur sop. Dengan uang 5000 sudah bisa memasak sepanci sayur sop.
Tapi kalau di Batam, jangan harap 5000 bisa masak sayur sop. Semua sayuran di jual dengan ditimbang. Daun seledri yang suka dikasih gratis sama tukang sayur, disini tetap di timbang dengan dihargai walaupun hanya satu garis timbangan. Jadi, masak sayur sop udah gak bisa lagi pakai uang 5000. Minimal 20000 baru bisa masak sayur sop dengan paket lengkap semua sayur ada. Kalau mau tambah kentang agak mahal sedikit, karena kentang medan disini sekitar 20000 per kg.
Kembalikan dari Timbangan, di Jual Satuan
Protein wajib yang harus di rumah adalah telur. Makan telur bisa untuk cemilan juga sama anak-anak. Jadi, telur itu wajib ada. Dulu waktu tinggal di jakarta, saya suka beli telur langsung 2 kg untuk stok 1 minggu lebih. Tapi, kalau di Batam jangan harap bisa beli telur kiloan dan bisa pilih ukurannya. Saya kadang pilih ukuran lebih kecil agar dapat lebih banyak. Sekarang, udah nggak bisa lagi kalau tinggal di Batam.
Telur di jual dengan harga butiran. Beli di warung kelontong 1 butir telur harganya 2000. Kalau mau lebih murah beli yang sudah di packing 10 butir. Harganya beda-beda, kadang murah kadang lebih mahal. Saya pernah beli paling murah 17000 untuk 10 butir, bisa 3 hari stok di rumah. Kebayang dong harus berapa pack saya beli setiap bulan.
Masih banyak yang berbeda lainnya. Namun, beli daging dan ikan masih sama kalau beli di timbang per kg. Untuk harga daging mirip-mirip ya nggak beda jauh. Kalau ikan, menurut saya lebih murah. Selain itu, jenis ikannya banyak macamnya. Bahkan ikan pari, ikan hiu, yang nggak pernah saya lihat di pasar. Disini pasti ada dan banyak yang konsumsi. Berbagai jenis kerang, kepiting, udang, dan cumi juga sangat melimpah. Wajar saja karena ini di kepulauan makanya surganya hasil laut.
Lebih Banyak Produk Import
Saya aslinya paling senang dengan sayuran lokal. Melimpahnya sayuran lokal di Jakarta jadi lebih mudah untuk membeli. Sayangnya, selama saya tinggal di Batam lebih sering melihat sayur dan buah import.
Awalnya saya sok tau, ah paling tukang sayur ini saja. Ternyata, setelah keliling hampir semua tukang sayur dan buah dekat rumah. Emang bentukan sayur dan buah disini import semua. Mau bagaimana lagi, jadi saya pasti beli.
Begitu juga dengan daging sapi. Selama tinggal di Batam, saya belum pernah beli daging sapi segar baru sembelih kecuali daging kurban hari raya idul adha. Semua daging yang dijual di pasar, daging sapinya adalah daging frozen import. Walaupun jarang juga makan daging sapi, tapi rasanya agak aneh aja kalau beli yang frozen. Karena entah sudah berapa lama ini daging lama di frozen.
Selain itu ada yang unik, saya pertama kali beli santan juga kebingungan. Biasa membeli santan dengan memilih kelapa yang dibeli, jadi mau berapa butir kelapa yang mau di ubah jadi santan itulah harga yang kita beli. Disini cukup berbeda, beli santan murni ataupun tidak murni dijual dengan ditimbang, 1 ons dihargai 1000.
Itu beberapa perbedaan untuk urusan perbelanjaan dapur. Kalau urusan dapur dan makanan untuk di rumah harus diurus langsung oleh saya. Sebagai ibu rumah tangga apa lagi kan selain urusan domestik.
Supermarket Lokal Jadi Primadona
Belanja sayur-mayur tetap sama, saya lebih senang di pasar atau tukang sayur mangkal. Kalau belanja kebutuhan rumah, seperti kebutuhan cuci, kebutuhan mandi, kebersihan lainnya senang belanja di supermarket. Sebut saja seperti supermarket hari-hari, superindo, hypermart, kalau lagi butuh cepat pilih ke Indomaret dan Alfamart.
Tapi kalau disini, saya menemukan Supermarket Lokal yang harga Grosir. Jadi cukup murah dan menghemat biaya bulanan. Supermarket lokal ini banyak jenisnya. Ada satu toko yang lebih murah untuk penjualan makanan ringan, ada toko yang lebih murah kebutuhan cuci, dan banyak lagi.
Ya, sejak tinggal di Batam, saya paling ga pernah belanja online lagi. Karena semua kebutuhan harian tersedia langsung di toko dekat rumah. Waktu tinggal di Jakarta, saya beli ikan-sayur mayur pun melalui e commerce secara online. Selain lebih praktis dan dekat.
Kalau belanja online sekarang, saya lebih mikir seribu kali karena memikirkan biaya ongkirnya. Jadi lebih baik langsung pergi ke toko dan bisa pilih langsung.
Itulah, sekian cerita tentang perbelanjaan seorang ibu di rumah. Semoga senang dengan cerita kali ini. Terima kasih.